Jumat, 07 November 2014

Beljar Nulis Part II "Cara Tuhan Jatuh Cinta"



           
            Sejenak aku terdiam mencoba menguasai pikiranku. Baru saja bumi terasa bergucang membuatku terjatuh dari rajang tempat tidurku yang baru dan empuk. Aku melihat sekeliling tidak ada yang berubah semua letak barang-barangku tetap sama persis. Gantungan jaket di sebelah kanan pintu tetap rapi dengan jaket buluku berwarna biru dan jaket hitam, warna favoritku. Sedangkan disebelah kiri pintu rak koleksi buku berbentuk ranting pohon yang menghubungkan dasar lantai kamarku dengan atap juga masih sama. Koleksi buku yang kususun berdasarkan jenis karangan, abjad judul buku dan penulis tetap. Di sampingnya beberapa aksesoris seperti jam dinding, pigura foto keluarga 3 tahun yang lalu saat aku masih duduk di kelas satu bangku SMA bersama kedua orang tuaku dan adik laki-laki kesayangankku, gitar hadiah ulang tahunku yang ke 17 dari ayah, dan lukisan seorang wanita duduk di bawah pohon sendiri melihat bulang purnama. Itu adalah lukisan pertamaku belajar dari Ibu. Ibu adalah seorang pelukis cukup ternama di kotaku dan ayah adalah seorang jaksa penuntut umum, sebuah pekerjaan yang penuh resiko dan tanggung jawab moral yang tinggi. Keadaan kamarku tidak ada yang berubah. Bukankan jika gempa menimpa pasti aksesoris kecil-kecil ini akan jatuh. Lagi pula kenapa rumahku terasa sangat sepi bahkan kicau burung Gereja yang hinggap di antara dahan pohon Cemara depan kamarku seperti biasanya tidak ada. aku melirik ke jendela barangkali ada pohon tumbang atau aku berada di tengah laut terbawa arus air seperti kejadian tsunami dalam film-film yang pernah aku lihat. Hasilnya nol tidak ada yang bisa meyakinkan karena jendela tertutup gorden dan di balkon depan kamarku ada banyak tanaman hias dalam pot. Yang terlihat hanya sinar matahari yang menembus celah-celah jendela. Artinya pagi pasti sudah beranjak. Mungkin tadi aku hanya bermimpi. Meskipun sangat jarang aku terjatuh dari tempat tidur. Terakhir saat aku masih TK mungkin usiaku sekitar 4 tahun.
            Aku harus bangun sebelum ibu datang memarahi dan menghukumku untuk mengepel seluruh rumah sedangkan bibi yang sering membantu pekerjaan rumah diliburkan sementara. Itulah cara ibuku mendidik anak-anaknya. Hukuman yang diberikan sangat mendidik terkadang aku dan adekku harus membaca eksklopedia full bahasa Inggris atau buku dongeng pewayangan atau buku fiksi karya penulis terkenal seperti karya Andrea Hirata, Habiburahman El-Shirazy, Tereliye atau penulis lainnya. Lalu aku dan adekku akan ditanya isinya sesuai waktu yang ditentukan. Sedangkan ayah hanya tersenyum dan sering memberi dukungan kepada kami. Tapi, jika ayah marah karena ulah kami hukuman yang diberikan jauh lebih berat kami harus menghafal isi Undang-Undang NKRI dan memaparkan isinya atau melakukan pengabdian masyarkat seperti menjadi pelayan di panti jompo atau tinggal di rumah nenek di pelosok desa menjadi petani. Bekal yang diberikan hanya baju, uang dan gadget disita. Di sana pun tidak ada jaringan internet, tidak ada angkutan umum untuk ke kota harus naik kendaraan pribadi dan melewati daerah perhutani yang sarat pohon-pohon besar dan hantu penunggunya. Jarak yang harus di tepuh sekitar 45 menit. Saat musim kemarau air PDAM sering mati. Sumur yang ada cukup jauh sekitar 1 km dan sulit ditempuh dengan kendaraan. Bisa dibayangkan rasanya seperti terisolasi. Untung masih ada tv, radio, dan listrik.
Entah kenapa rasanya aku sangat lelah hari ini seperti telah mengalami banyak kejadian tak terduga. Jadi aku harus segera bangkit. Tapi, kenapa kakiku lemas. Kedua kakiku sulit bergerak, tidak bisa berdiri. Sudah kupicat berkali-kali dan mengurut belakang lutut. Tetap sama tidak ada efeknya bahkan aku tidak merasakan apa-apa. Kucubit masih sama. Ya Tuhan apa yang terjadi kepadaku.“Ibu, ayah..... Ibu” aku berteriak tapi kenapa tengorokanku terasa sakit sekali. “Dek... adek...Ibu..ayah..” berulang kali aku berteriak tapi tidak ada yang menyahut. Apa mereka sudah berangkat beraktivitas. Oh iya, sekarang ibu ada pameran lukisan di balai kota. Pasti ayah dan adek kesana. Tapi kenapa mereka meninggalkanku disini. Bukankah aku yang paling antusias saat ibu mengatakan akan memamerkan lukisannya dan aku menyumbang satu lukisan terbaikku. Kata ibu bisa jadi itu adalah debut pertamaku sebagai penerus ibu, seorang pelukis yang lebih modern dengan warna dan kreativitas baru. Setelah melihat pameran kita akan makan di Queen Resto, restoran terbaik dan termahal di kota ini. Sekaligus sebagai perayaan dan perpisahan. 2 hari lagi aku akan berangkat ke Malang menuntut ilmu di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya sesuai keinginan kakek yang belum bisa dipenuhi ayah terdahulu. Sekali lagi sekuat tenaga aku berusaha mengeluarkan suara. “Ibu.....ayah.....adek...”. aku mulai panik, suaraku lenyap tertelan bumi. Hanya keheningan yang kurasakan. Apa yang terjadi padaku? Kucubit tanganku rasanya sakit. Kucubit kakiku tidak ada yang bisa kurasakan. Ku pukul-pukul ranjang tempat tidurku.  Aku tidak bisa mendengar apa-apa. Ibu, ayah dimana kalian? Aku takut. Kenapa rasanya bumi begitu hening? Deru sepeda motor atau mobil di jalanan tidak terdengar, juga suara burung Gereja depan kamarku? Kenapa kedua kakiku tidak bisa merasakan apa-apa? Kenapa tenggorokanku sakit sekali? Aku ingin memanggil kalian. aku ingin berlari memeluk kalian. Rasanya seperti sudah lama kita tidak bertemu. Sekarang tubuhku menjdi lemas dan kepalaku pusing.
Tidak ada cara lain. Aku harus memecahkan sesuatu untuk memanggil mereka. Vas bunga di sampingku kulempar sekuat tenaga dan akhirnya pecah. Bersamaan dengan itu ada kalender dan buku agenda di bawah vas yang ikut jatuh. Disitu tertulis sekarang hari Kamis, 6 November 2014. Siapa yang iseng menganti kalenderku? Sekarang kan hari Sabtu, 5 Oktober 2013? Pasti ini ulah adikku yang suka menjailiku. Ibu, ayah cepatlah datang aku ingin tau apa yang terjadi denganku sebenarnya. Aku rindu ibu yang selalu menyeka air mataku, ayah yang selalu menasehatiku dan adek yang sering menjailiku. Kenapa mereka lama sekali tidak meresponku. Bibi? Mana bibi yang biasa menemaniku saat ayah dan ibu ke luar kota. Tidak ada jalan lain maaf ayah ibu lampu ini harus aku pecahkan. Untuk keduakalinya aku tidak mendengar suara vas dan lampu pecah. Masih tetap hening dan sepi.
Pintu terbuka, nenek tanteku dan seorang anak laki-laki seperti adekku tapi tubunya lebih tinggi, gelap dan kekar datang. Mereka memeluk erat tubuhku sambil menangis. Seakan mereka baru menemukanku setelah lama menghilang. Padahal aku hanya tertidur semalam dan pagi ini akan menghadiri pameran lukisan juga makan di Resto terkenal. Sedikit Quality time sebelum aku merantau menimba ilmu. Berlahan mereka melepas tangannya dan anak itu mengangkat tubuhku ke ranjang. di antara kedua sudut bibirnya ada dua tahi lalat. Ya, pasti dia adikku, Arya. Tapi, kenap tubunya menjadi semakin gelap, tinggi dan kekar seperti pemuda sungguhan. Usianya 2 tahun di bawahku. Bagaimana mungkin hanya satu malam di berubah. Aku menjadi semakin bingung. Apa yang terjadi.
“Nenek, tante, adek... ada apa ini?” aku bertanya dengan sekuat tenaga berusaha mengeluarkan suara.
Mereka hanya diam. Lalu adek memelukku lagi. Tidak biasanya ini terjadi. Dia orang yang cuek dan terkesan tidak peduli dengan orang lain. Aku melihat nenek yang memandangku penuh rasa iba sedangkan tante tiba-tiba lari keluar kamar dengan air mata berderai. Kelepas pelukannya dan kuseka airmata adekku.
“Kenapa? Mana ayah dan ibu. Jelasin ke kakak”
Dia terdiam. Berdiri lalu mengambil bolpoin dan kertas A4 dari meja belajarku. Aku baru sadar ada beberapa jahitan di tanganya dan bekas luka berwarna hitam di kaki sebelah kiri. Luka yang cukup lebar.


BERSAMBUNG.............

Senin, 03 November 2014

Belajar Menulis

Sejenak rasa kehilangan ini mencuat seperti pudarnya keindahan langit biru di bibir cakrawala. Menciptakan goresan hati oleh rasa yang tak terdefinisi. Mengagumi tanpa tau siapa dan bagaimana. Hanya terpaut pesona kewibawaan dan ketenangan mu yang tersembunyi dalam tundukmu yang syahdu. Karenanya aku menjadi Klepto yang suka mencuri pandang. sekedar melirik dan mengharap sedikit senyum tulusmu. meski senyum itu bukan untukku.
Kini, ketika kutau dan kamu tau siapa aku. Waktu berkata lain. Mungkin ini salah satu cara Tuhan memisahkan kita. Bukankah konsep "Menjauh untuk mendekat" itu memanga ada?. Menjauh memberiku waktu berbenah dan menjadi layak untuk orang sepertimu. Dirimu yang bagaikan oase di tengah gurun, layaknya rasi bintang Orion dalam gelap. Sedangkan aku? layaknya lilin dalam gelap, bagai rintik hujan di tengah samudra.

Rabu, 12 Desember 2012

Laporan Wawancara Sosper di Wagir



PAPER
PRAKTIKUM SOSIOLOGI PERTANIAN
“Desa Bedali Ledok  Dusun Bedali Sodok Kecamatan Wagir Kota Malang”

Description: http://blog.ub.ac.id/yusupridho/files/2012/06/hitam_emas-300x300.jpg

Disusun Oleh:

Amirul Idayani                      125040100111161


PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
JURUSAN SOSIAL EKONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012



A.    Identifikasi Wilayah dan Petani yang Menempati

Wagir adalah sebuah kecamatan yang terletak antara koordinat 7o – 48o – 30o Lintang selatan dan 112o – 19o – 30o Bujur timur mempunyai bentuk wilayah sebagian datar, berombak dan berbukit-bukit dengan kemiringan 25 % dan 49 % adalah kawasan hutan, dengan suhu minimum 26o C dan suhu maximum 32o C dengan rata-rata curah hujan 1.328 s/d 1.448 mm/tahun. Terdiri dari 12 desa dan beberapa dusun yang tersebar jauh dari kecamatan. Salah satunya adalah desa Bedali Sodo dan dusun Bedali Ledok yang merupakan lokasi pratikum Sosiologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya kelas E Agribisnis tahun angkatan 2012 melaksanakan penelitian dengan metode wawancara.
Untuk itu pada hari Jumat, 7 Desember 2012 jam 10.54 angkot yang saya tumpangi bersama 13 teman lainnya keluar dari pintu utama Gerbang Veteran menuju desa tersebut. Jarak yang kami tempuh cukup jauh yaitu sekitar 20 kilometer ke arah barat selatan dari pusat kota Malang.
Di desa ini saya menemui seorang wanita paruh baya berumur 50 tahun, beliau tinggal bersama suaminya Ngadi (53 tahun) , ke empat anaknya, seorang menantu dan dua orang cucu. Meskipun usianya tidak muda lagi, rambutnya mulai memutih , garis kerutan di wajahnya mendominasi namun Saimah tetap terlihat cantik. Tangannya besar dan kuat menandakan beliau adalah seorang pekerja keras. Tingkat pendidikan hanya sampai Sekolah Dasar tapi beliau mampu berbahasa Indonesia dengan baik. Pekerjaan utama beliau selain menjadi ibu rumah tangga adalah menjual bunga mawar di pasar Tawangmangu setiap hari dan pekerjaan sampingan menjadi petani. Bersama sang suami beliau mengolah lahan tegal 1,5 ha menjadi produktif dan bermanfaat untuk keberlanjutan ekonomi keluarganya. Pekerjaan ini telah berlangsung sejak 20 tahun lalu setelah kepindahannya ke dusun Bedali Sodo. Keluarga bu Saimah tidak mempunyai sawah dan hewan ternak satu pun, sehingga hasil pertanian lah yang menopang seluruh kebutuhan hidup.
B.     Kebudayaan Petani

Lahan tegal seluas 1,5 ha ini ditanami Bunga Mawar, Cengkeh, Jagung dan Kopi karena hobi, kesesuaian lahan dan harga jualnya yang relatif lumayan tinggi. Hobi yang dimaksud adalah kecocokkan pan Ngadi menanam tanaman, kebudayaan kecocokkan ini sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat Bedali Ledok. Setiap petani yakin mereka mempunyai kecocokan tersendiri dalam menanam tanaman dan itu harus ditaati agar tanaman yang mereka tanam produktif dan bermanfaat bagi dirinya juga keluarganya.
Lahan ini lebih sering ditanammi jagung karena kopi hanya berbuah setahun sekali dan cengkeh yang ditanam belum menandakan hasil. Penanaman jagung dilakukan 2 kali dalan satu tahun ketika musim hujan berlangsung karena lahan di daerah Bedali Sodo merupakan lahan tadah hujan tanpa air hujan lahan akan kering dan tidak bisa ditanami. Hasil budidaya jagung selain untuk dikonsumsi sendiri juga dijual ke toko-toko terdekat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bunga mawar yang setiap hari mekar dapat dijual kepasar untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari- hari dan kopi yang berbuah satu tahun sekali selain hasilnya dijual juga dikonsumsi sendiri karena keluarga bu Saimah adalah pengkonsumsi kopi. Sedangkan, untuk komoditi cengkeh belum memperoleh keuntungan karena cegkeh baru ditanam 4 tahun lalu. Cengkeh akan mulai berbuah setelah 6 -  7 tahun masa penanamannya.
Pengolahan tanah yang dilakukan menggunkan alat yang sangat sederhana yaitu cangkul dan sabit. Cangkul digunakan untuk mengemburkan tanah , membuat lubang tanaman, dan sabit digunakan untuk menyiangi tanaman. Benih jagung yang digunakan merupakan benih non sertifikat berasal dari hasil panen tanaman unggul sebelumnya dan sertifikat berasal dari pembelian di toko atau gratis dari pemerintah  kecamatan. Namun, beliau lebih sering menggunakan benih non sertifikat karena lebih murah dan mudah didapat. Untuk bibit cengkeh berasal dari Blitar dan ini harus dibeli di toko.
Tanaman jagung, kopi , mawar dan cengkeh tidak membutuhkan persemaian karena dapat langsung ditanam. Cara menanam jagung pertama tanah diolah dengan membalik-balikkan tanah agar sirkulasi udara tanah terbentuk sehingga tanah mampu mengembalikan unsur hara, alat cukup menggunakan cangkul. Kedua membuat lubang dengan jarak antar lubang 50 cm. Menanam jagung terlalu rapat akan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung. Jagung tidak akan tumbuh subur karena terjadi kompetisi dalam mendapatkan nutrisi atau unsur hara dan kemungkinan salah satu tanaman yang kalah dalam kompetisi akan tumbuh kerdil. Ketiga masukkan 2 biji jagung dalam setiap lubang, jangan terlalu banyak memasukkan biji ke dalam lubang karena dapat berakibat fatal bagi tanaman jagung . Keempat, Melakukan pemupukan 1 kali dalam masa penanaman dengan pupuk urea atau pupuk kandang untuk menambah nutrisi tanaman. Kelima, Pembrantasan  hama dan penyakit dengan peyemprotan namun penyemprotan tidak perlu dilakukan bu Saimah karena hama tidak terdapat dalam tanaman yang beliau tanam. Masa panen jagung ditentukan dengan waktu 3 bulan 10 hari, panen dilakukan dengan menebang tanaman jagung menggunakan sabit.
Cara menanam cengkeh sangat mudah membuat lubang berukuran 75 x 75 x 75 cm dengan jarak antar lubang 5 m, kemudian memasukkan bibit yang telah siap tanam kelubang. Pemupukan dilakukan setahun 2 kali yang disebut dengan pembukaan dan penutupan dengan pupuk urea dan pupuk kandang. Tanaman cengkeh akan tumbuh subur karena daerah ini sangat cocok dengan tanaman cengkeh. Cara menentukan masa panen setelah berumur 6 - 7 tahun bunga pohon cengkeh akan mekar. Memetik bunga cengkeh tidak sembarang orang mampu karena pohonnya yang tinggi dan kecil sangat rawan patah sehingga dibutuhkan keahlian kusus. Alat yang digunakan  tangga dari bambu dan tali yang biasa disebut tampar.
Cara menanam kopi dan bunga mawar sama halnya dengan tanaman cengkeh membuat lubang terlebih dahulu lalu biji kopi dimasukkan dan pada bunga mawar dengan cara stek. Batang bunga mawar sebelumnya yang sudah tua dipotong dengan salah satu ujung batang runcing untuk memudahkan akar menembus tanah. Tanaman kopi cukup dipupuk setahun setelah ditanam. Ketika buah kopi berwarna merah itu tandanya buah kopi siap untuk dipanen. Cara panennya dengan memetik buah kopi yang masak. Sedangkan, bunga mawar mudah tumbuh sehingga tidak perlu dipupuk secara intensif atau diberi jarak penanaman seperti jagung, cengkeh ataupun kopi. Bunga mawar akan mekar setiap hari dan ini sangat menguntungkan bagi penanamnya. Harga jual ketika musim kemarau lebih mahal sekitar 25 ribu dalam satu bungkus kecil kresek merah dan ketika musim hujan 10 ribu. Dalam satu pohon bisa dihasilkan lebih dari sepuluh bunga mawar.
Cara bercocok tanam keempat komoditi tersebut di dapatkan bu Saimah sejak kecil dari orang tuanya yang juga berprofesi sebagai petani, tetangga atau teman- temannya ketika sedang bersama membicarakan masalah hasil panen dan cara bercocok tanam yang baik dan penyuluhan pertanian yang disebut penghijauan dulu sering dilakukan namun sekarang tidak pernah lagi. Metode bercocok tanam bu Siamah sejak 20 tahun lalu tidak pernah berubah karena kebiasaan yang dilakukan seperti itu dan cara menanamnya memang seperti itu.

C.    Lembaga/Pranata Sosial Terkait dengan  Usahatani
Lahan yang dikelola bu Siamah dan suaminya merupakan sah milik mereka yang dibeli secara bertahap dari tahun ke tahun sejak 20 tahun lalu. Lahan ini mereka kerjakan sendiri karena sistem sewa, bagi hasil (maro, mertelu, mrapat) tidak jelas dan lebih sering merugikan ketika kesepakatan bagi hasil di hianati salah satu pihak atau jika terjadi gagal penen akan merugika  kedua belah pihak. Selain itu, dengan mengolah lahannya sendiri keuntungan yang didapatkan lebih banyak.
Lembaga yang melakukan fungsi penyediaan sarana produksi pertanian (benih/bibit, pupuk, obat-obatan) adalah lembaga penghijaun yang ada di dusun tersebut. Terkadang keluarga bu Siamah memanfaatkan jasa lembaga tersebut  atau membeli sendiri di toko untuk mendapatkan benih jagung dan pupuk urea. Sedangkan unutk bibit cengkeh ibu Siamah membeli sendiri di toko yang menjual bibit dari Blitar.
 Dalam melaksanakan fungsi pegelolaan lahan, keluarga ibu Siamah terkadang menggunakan jasa tenaga kerja 1- 2 orang terkadang dikejakan sendiri. Cara pembayaran tenaga kerja dengan uang, kerja bakti atau gotong-royong sudah tidak terdapat lagi disini. Ada tiga cara sistem pembayaran yang digunakan yaitu sistem harian, sistem setengah hari dan sistem borongan. Pembayaran sistem setengah hari dibagi menjadi dua yaitu 1) jika mendapatkan makanan dibayar 20 ribu rupiah, 2) jika tidak mendapatkan makanan dibayar 25 ribu rupiah. Sistem harian jarang ditemui dan pada sistem borongan harga ditentukan berdasarkan luasan lahan yang dikerjakan dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya. Cara sistem  setengah hari itu yang digunkan keluarga bu Saimah.

D.    Lembaga yang dapat Melakukan Fungsi Pengolahan Hasil Pertanian
Hasil panen tanaman ada yang langsung dijual dan ada yang dikelolah terlebih dahulu untuk meningkatkan harga jualnya. Hasil panen yang langsung dijual adalah bunga mawar. Setelah dipetik harus segera dijual agar tidak layu, jika bunga terlalu lama diluar ruangan terbuka tanpa air sedikitpun bunga akan mudah layu dan menurunkan harga jualnya. Hasil panen jagung, cengkeh dan kopi untuk meningkatkan nilai jual harus dikelola terlebih dahulu. Sistem pengolahan ini dilakukan sendiri oleh keluarga ibu Siamah , setelah tanaman cengkeh, kopi dipetik dan tanaman jagung ditebang. Buah tanaman-tanaman tersebut dijemur sampai kering. Penjemuran kopi, jagung dan cengkeh sangat penting dilakukan karena buah tersebut mudah busuk dan rusak. Selain itu, pedagang atau industri pengolahan buah komoditi tersebut membutuhkannya dalam keadaan kering.

E.     Lembaga Pemasaran Hasil Pertanian (Cengkeh, Bunga Mawar, Jagung dan Kopi)
Hasil pertanian dari lahan yang beliau kelola sebagian besar dikonsumsi dan dijual kepasar. Komoditi jagung lebih dari 50 % dijual kepasar atau toko, komoditi kopi sebagian besar dikonsumsi sendiri dan kurang dari 50 % dijual. Komoditi kopi dan jagung dijual dalam bentuk kering setelah melewati proses pengeringan dengan cahaya matahari. Sedangkan untuk komoditi bunga mawar 100 % dijual ke pasar setelah pemetikan oleh bu Siamah sendiri di pasar Tawangmangu setiap hari. Bunga mawar dijual dalam bentuk fresh.
Harga pemasaran ditentukan oleh kedua belah pihak, bu Saimah dan pedagang setelah terjadi kesepakatan. Cara pembayaran dilakukan langsung ketika terjadi transaksi jual-beli.

F.     Kelompok Tani/ Gabungan Kelompok Tani
Di dusun Bedali Ledok, sebenarnya terdapat sebuah kelompok tani yang disebut Penghijauan namun banyak masyarakat tidak mengetahui bahwa penhijauan itu adalah nama dari kelompok tani mereka. Termasuk bu Saimah ketika saya bertanya tentang kelompok tani baliau menjawab tidak ada, adanya Penghijauan yang diketuai oleh pak Herri. Gapoktani ini telah terbentuk beberapa tahun lalu.
Kegiatan yang sering dilakukan adalah penanaman pohon tahunan di tepi jalan, peminjaman kredit modal usaha tani, pembagian bibit dan penyuluhan pertanian yang sekarang jarang dilakukan. Keluarga bu Saimah tergabung dalam Penghijauan dan berperan aktif dalam kelompok ini.

G.    Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA)
HIPPA tidak terdapat di dusun ini karena belum ada sistem irigasi dan belum ada penampungan air skala besar yang bisa mengairi lahan-lahan di dusun. Satu-satunya sumber mata air dusun ini selain air hujan adalah dari Coban Glodak yang terdapat jauh dari rumah bu Saimah. Jarak yang cukup jauh inilah yang menyebabkan HIPPA sulit dibangun di dusun ini.

H.    Lembaga Keuangan / Pengkreditan
Lembaga Keuangan / Pengkreditan di dusun ini dilakukan oleh Pak Herri sendiri selaku ketua Penghijauan . Pada awalnya keluarga bu Saimah mengikuti progam ini untuk coba-coba. Tapi, karena pengkreditan ini menggunakan bunga yang cukup besar tiap bulannya. Misalnya jika meminjam uang satu juta rupiah, bunga yang dibebankan sekitar seratus lima ribu rupiah setiap bulannya dan akan bertambah terus setiap bulannya jika tanggal pembayaran yang ditentukan mundur atau melewati batas pembayaran.
Hal ini, akan sangat merugikan karena hasil pertanian yang cenderung kecil ditambah pembayaran bunga. Untuk itu keluarga bu Saimah tidak pernah menggunakan pengkreditan lagi. Beliau selalu menggunakan modalnya sendiri dalam mengelola usaha taninya.

I.       Perubahan Sosial dalam Lembaga yang Terkait dengan Usahatani
Perkembagan sewa-menyewa lahan dan bagi hasil (maro, mertelu dan mrapat) tidak diketaui bu Saimah dengan pasti karena bu Saimah tidak pernah melakukan sistem bagi hasil yang cenderung merugikan. Lembaga penyedia sarana produksi pertanian dilakukan oleh ketua penghijauan sendiri. Cara pengadaan tenaga kerja untuk usaha tani dengan sistem setengah hari. Sistem gotong royong atau saling membantu yang disebut sayan tidak terdapat lagi disni “jika membutuhkan tenaga kerja maka harus dibayar dengan uang” kata bu Saimah berulang kali.
Pemasaran hasil pertanian dilakukan oleh bu Saimah sendiri sehingga beliau tidak membutuhkan lembaga pengolahan lahan dan pemasaran. Perkembangan kelompok tani samakin maju karena bibit , pupuk, pestisida dapat diperoleh disini dengan mudah.
Demikanlah hasil wawancara yang saya lakukan di dusun Bedali Ledok dengan seorang wanita yang menyebut dirinya adalah pedagang bunga mawar. Beliau berumur 50 tahun, sangat ramah dan nyaman diajak komunikasi. Meskipun beberapa pertanyaan saya tidak terjawab karena keterbatasan pengetetahuan beliau sebagai petani. Petani adalah pekerjaan sampingan beliau sedangkan suaminya (53) bapak Ngadi pekerjaan utamanya sebagai petani.

Kamis, 08 November 2012

Apakah ini .....???



 Apakah ini ....???

Jarum jam menunjukan pukul 07.32 namun sepatah kata pun tak mampu aku lukiskan dalam novelku hari ini. Pikiranku terus terbayang olehnya , dia.. dia... dan dia... hingga aku bosan mengingat namanya. Ketika mataku terpejam bayang-bayang wajahnya terlukis jelas dimataku, senyumnya , caranya meandangku yang tak pernak bisa ku pahami apakah itu cinta atau hanya rasa penasrannya terhadapku?, caranya berbicara, tingkah anehnya yang sering membuatku tak sadar ingin terus memandangnya....